Semakin banyak jaringan yang digunakan, semakin rentan pula terjadi cyber crime.
Maraknya kejahatan berbasis teknologi informasi (
cyber crime) dewasa ini mengharuskan industri keuangan untuk lebih waspada. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad, menilai industri keuangan yang paling rentan dengan cyber crime adalah lembaga keuangan mikro. Hal itu dikarenakan jumlah lembaga keuangan mikro yang banyak.

"Lembaga keuangan mikro jumlahnya sangat banyak sekali, sekarang ini kami masih dalam tahap mensurvei jumlahnya," kata Muliaman, dalam Focus Group Discussion bertema 'Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi Informasi: Strategi dan Penanganannya' di Jakarta, Selasa (13/5).

Atas dasar itu, lanjut Muliaman, pembinaan terhadap lembaga keuangan mikro harus baik, demikian juga dengan pengaturan dan pengawasannya. Alasan lain yang menjadikan lembaga keuangan mikro rentan disusupi cyber crime lantaran masih rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap sistem keuangan berbasis IT.

OJK berjanji akan mengoptimalkan upaya perbaikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan mikro dengan menyusun pilot project yang bertujuan untuk mengembangkan lembaga keuangan mikro. Pengaturan dan pengawasan OJK terhadap lembaga keuangan mikro ini akan dimulai pada tahun 2015 mendatang.

"Lembaga keuangan bisa juga memberi hal negatif, kalau kami tidak dengan baik dalam membina, mengatur dan mengawasi lembaga keuangan, maka pada akhirnya akan mengganggu sistem keuangan kita," tuturnya.

Hal sama diutarakan Kapolri Sutarman. Ia berharap industri keuangan seperti perbankan bisa mengantisipasi hal ini agar kejahatan tak mudah terjadi. Menurutnya, semakin banyak jaringan yang digunakan, semakin rentan pula terjadi cyber crime. "Makin banyak jaringan, konsekuensi dibobol semakin tinggi," katanya.

Setidaknya, lanjut Sutarman, ada tiga cara untuk mencegah terjadinya cyber crime. Pertama, langkah preemtif. Di langkah ini, industri keuangan seperti perbankan wajib mengenali personal yang membuat IT. Selain itu, langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah diubahnya password sesering mungkin agar peluang untuk dijebol semakin minim.

Langkah kedua adalah preventif. Dalam upaya ini, Polri siap menerima laporan apabila ada dugaan tindakan cyber crime yang tengah terjadi di industri keuangan. Sedangkan langkah ketiga adalah tindakan represif. Dalam upaya ini, penegakan hukum dijalankan yang bekerjasama dengan pihak lain, termasuk industri keuangan. Polri menegaskan tak segan-segan menindak siapapun yang diduga terlibat dalam persoalan cyber crime tersebut.

Koordinasi
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon berjanji akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) terkait pembenahan sejumlah aturan yang menyangkut pengamanan dana nasabah di bank. Menurutnya, pembenahan tersebut dilakukan lantaran maraknya pembobolan bank yang menggunakan sistem IT.

"Harus betul-betul ada kehati-hatian mengembangkan sistem pengamanan (dana nasabah bank). Kami mengatur kualitas standar teknologi yang saat ini sudah canggih. Sebenarnya ini lebih banyak ke BI, kami nanti akan bicara," katanya.

Nelson menuturkan, persoalan pengamanan sistem ini juga tak lepas dari pihak perbankan. Menurutnya, perbankan perlu melakukan pengecekan tingkat keamanan secara berkala untuk mencegah kejahatan terjadi. Sejalan dengan itu, nasabah atau konsumen juga dituntut untuk waspada terhadap masalah ini. Salah satunya dengan cepat melaporkan ke aparat penegak hukum jika diduga terjadi cyber crime.

"Konsumen juga jangan terlalu lama tidak mengecek rekening. Harus sering-sering mengecek. Begtu ada kejadian, langsung lapor polisi,"

sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5371e52ca7cdd/lembaga-keuangan-mikro-rentan-disusupi-cyber-crime

0 komentar:

Posting Komentar